Yadnya bukan “korban suci”

Yadnya yang diartikan secara umum selama ini berupa korban suci yang dilakukan oleh umat manusia ke manifestasi Tuhan, merujuk pada sebuah pengorbanan (spt Upacara Keagamaan, ritualitas, dsb) yang tulus bagi umat yang menyelenggarakannya. Disini saya melihat ada semacam salah kata atau persepsi atau bahkan terjadi kekeliruan dalam mengartikan yadnya. Kekeliruan tersebut dapat saja tidak berdampak pada seseorang atau kumpulan orang yang secara “tegas” membiasakan waktunya untuk melakukan yadnya (atau sebangsanya) dalam keseharian. Hal tersebut dapat menimbulkan “rasa” dalam melakukannya yaitu persembahan itu sendiri.

Yadnya menurut saya merupakan sebuah “persembahan” yang dimulai dari rasa bakti. Sebelum kita mengartikan itu korban suci, iklas atau sejenisnya harap dipikirkan (atau bahkan dirasakan) hal – hal “umum” berikut :

  • – Yadnya adalah korban suci. Apakah/haruskah kita merasa berkorban saat melakukan yadnya ?
  • – Yadnya adalah hal yang dilakukan tanpa pamrih. Ketika kita menyebutnya tanpa pamrih, pastinya ada pengorbanan yang semestinya dapat saja dengan pamrih. Apakah/haruskah rasa berkorban itu ada saat melakukan yadnya ?
  • – Yadnya adalah keikhlasan. Sama halnya dengan diatas, diperlukan keikhlasan untuk tidak meminta kembali apa yang telah dibayarkan/dilakukan. Jika keiklasan yang dipaparkan dalam yadnya, maka yadnya itu sendiri menjadi hanya sebuah pembayaran dari keharusan religius. Lantas kemana rasa itu ? Ikhlas meskipun tidak menuntun Anda ke tidak menuntut materi, namun latar pikiran muncul dari materialis.

Dasar dari yadnya adalah rasa bhakti itu sendiri, dari sana muncul penghormatan, cinta kasih tentunya, dan tentunya pemujaan. Jika pada awalnya didasari pada hal lain seperti materi tentunya akan muncul kerelaan, keikhlasan, korban suci dan sejenisnya. Tidak semua orang ingat untuk melakukan Yadnya itu sendiri (seperti saya), lantaran ada dari mereka yang tentunya juga meragukan konsep/arti dari yadnya itu yang dipaparkan secara umum selama ini (klise).

ImageMine

One thought on “Yadnya bukan “korban suci”

Leave a comment