Review Karya “Dawai Dawai Dewa Budjana”

Salah satu “prinsip” yang dipegang oleh seorang Gitaris Dewa Budjana adalah pesan dari leluhurnya yang mengispirasi setiap kehidupannya untuk selalu “bergerak”.

Tekunlah mempelajari sastra (ilmu pengetahuan), karena kesucian ilmu pengetahuan akan menjadi bekal kehidupan di masa depan

Hal tersebut diartikan untuk berbuat yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, dan tentunya sudah dibuktikan dengan semua karya yang telah banyak diketahui khalayak ramai. Dengan ini pula, menjadi dasar untuk membuahkan sebuah buku, yang menggabungkan lukisan, seni fotografi, gitar dan sudah pasti semua “seniman” yang terlibat. Yang nantinya akan bermuara pada museum gitar yang rencana diadakan di Ubud, Bali. Kepada alam melalui masyarakat dan kebudayaan selayaknya karya – karya ini dikembalikan.

Cukup lama kami berpikir, untuk akhirnya sampai pada kesimpulan, bahwa yadnya (persembahan tanpa pamrih) yang sanggup kami lakukan berbentuk musik.

Ada sebuah cerita yang dipaparkan dalam buku ini yang berkaitan dengan sejumlah pelukis yang berpartisipasi dalam gambar yang ada di beberapa gitar. Dimana pelukis – pelukis tersebut mempelopori berdirinya SDI (Sanggar Dewata Indonesia) pada 1970, yang berdiri di Yogyakarta dengan tujuan menghimpun para pelajar dan mahasiswa Bali di kota tersebut yang tertarik dengan seni rupa. Tentunya ada beberapa hal yang terjadi pada SDI yaitu semacam gerakan anti kemapanan. Misal pada 2001, beberapa seniman menyelenggarakan happening art dengan tajuk “Mendobrak Hegemoni” yang berlatar untuk menyerang para seniman yang dianggap mapan dengan tulisan “Bubarkan Sanggar Dewata” (SDI). Dan saat ini pun seniman anti kemapanan tersebut masuk dalam orbit kemapanan 🙂 setelah karya – karyanya masuk ke lelang. Hegemoni melahirkan hegemoni baru.

Itulah gambaran dunia kita, Gramsci dengan teori hegemoninya telah menjadi masa lalu ? Yang kita lihat kemudian adalah dunia yang mengambang, labil, cair, tiada lagi sekat – sekat antara “seni tinggi” dan “pop”, “serius” dan “tidak serius”, “idiologi” dan “komoditi”, dan seterusnya.

Ada banyak hal yang saya dapat melalui Kata pengantar dan pembuka yang terlibat, dimana dengan singkat menyatakan sudut pandang akan seni rupa, mulai dari globalisasi, kesenian di eropa yang pindah ke asia afrika dan sebagainya. Karya Dawai Dawai DB ini bukanlah akhir perjalanan gitar – gitar yang dilukis. Sebuah museum akan menjadi rumah untuk gitar – gitar itu. Museum itu akan dibangun di Ubud, Bali yang kelak menjadi Royal Santosa Resort, Ubud, Bali.

Adapun fotografer(s) yang terlibat dalam karya ini : Anton Ismael; Aryono Huboyo Djati; Darwis Triadi; Firdaus Fadlil; Dedidude; Ray Bachtiar; Rio Helmi; Jay Subyakto;

Berikut beberapa review singkat para pelukis gitar, ada beberapa foto yang saya dapat langsung dari pameran tersebut. Sebelum membaca buku ini saya sempat “cuci mata” dan memfoto hampir semua gitar yang dipajang.

0. Jango Paramarta

01_Jango_Paramarta

Jango Paramarta adalah seorang pelukis karikatur timeless yang dalam karyanya banyak menyentil adat dan pariwisata di Bali. Beliau sering diundang ke kampus – kampus internasional dalam pameran seni rupa. Saat ini beliau tinggal di Denpasar, Bali.

Jangan percaya pada uang, (percayalah) pada energi. Taksu.

Modernisasi bukanlah sebuah kemajuan, dan tradisi bukanlah sebuah kemunduran. Ini adalah konsep kerja.

1. Made Sumadiyasa

01_Made_Sumadiyasa

Made Sumadiyasa tinggal di Selemadeg, Tabanan. Ia seorang vegetarian dan yoga dan menapaki tujuan “pelepasan”.

Gitar yang dilukis bertemakan ketiadahinggaan mikrokosmos pada tubuh manusia dalam bentuk abstrak.

2. Putu Sutawijaya

02_Putu_sutawijaya

Pelukis ini sering dipanggil Leong. Pelukis ini tidak peduli labelisasi yg menurutnya kadang menimbulkan tekanan dan menyesatkan. Lukisannya pernah terjual 95000 USG di Singapore. Tema yg diangkat berupa Tari Sanghyang dengan tubuh melayang membawa gitar. Ia  merasa spirit-nya sudah ada di dalam gitar yang sudah dilukis. Saat Dewa Budjana meminta kembali gitar-nya itu, ia merasa harus ikhlas.

Milikku yang bukan milikku.

Beliau tinggal di Bantul, Yogyakarta. Sejak muda sudah menjual lukisan seharga 3500 IDR di Ubud, Bali.

3. Pande Ketut Taman

03_pande_ketuttaman

Pande Ketut Taman tinggal di Muntilan, dekat Yogya dan Gunung Merapi. Melalui buku ini pelukis memaparkan kejadian letusan Gunung Merapi yang membuat masyarakat sekitar memulai kehidupan baru dan menguatkan persaudaraan diantara mereka. Itu mengubah musibah menjadi berkah. Pada saat letusan dia melukiskan bagaimana rasa takut berevolusi,

“takut ternyata mengalami evolusi. Dari takut kemudian menjadi pasrah”. Keteraturan alam sebenarnya terdapat unsur chaos. Pemikiran modern umumnya hanya melihat keteraturan sbg keteraturan, melupakan chaos yg jg mrpkn bagian dari hukum alam. Chaos pun memiliki pola.

Judul karya dalam gitar ini diberi tema Dance Of Syiwa.

4. I Nyoman Masriadi

04_INyoman_Masriadi

Pelukis yang tinggal di Ngalik, Sleman, Yogya ini berasal dari Gianyar, Bali. Banyak pengamat seni rupa menilai lukisan – lukisan beliau terinspirasi dari dunia game. Karyanya yg berjudul “sorry hero, saya lupa” dengan tokoh Batman dan Superman terjual 514.800 USD di Hongkong dan di tempat yang sama karyanya yg berjudul “the man from bantul” terjual 836.550 USD. Dgn harga lukisan itu, ia disejajarkan dengan Maestro Indonesia lainnya seperti Affandi, Sudjojono dan Hendra Gunawan.

Balon adalah sesuatu yg indah, kulitnya tipis. Kita harus hati – hati, karena kalau tidak hati – hati, balon bisa tertusuk dan meletus.

5. I Nyoman Gunarsa

05_INyoman_Gunarsa

Musik itu gerak, gerak dalam ruang. #temagitar

Pada 1980-an ia membangun museum Seni Lukis Kontemporer di Yogyakarta yang pada 1990-an ditutup dan dipindahkan ke Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa di Klungkung. Seniman yang tinggal di Semarapura, Klungkung, Bali ini merupakan tokoh penting dalam mendirikan SDI (Sanggar Dewata Indonesia) pada 1970-an. Pada saat itu seni rupa di Indonesia telah dibagi menjadi 2 kubu yaitu Realisme Sosial Yogyakarta dan Modernisme Bandung. SDI merupakan sikap yang diambil terutama para seniman bali di Yogyakarta untuk mendukung nasionalisme dengan Pancasila sebagai dasar. Dari waktunya dapat dilihat ini merupakan sikap politis untuk menghindari lebih jauh dari peristiwa pahit tahun 1965 – 1966.

6. Made Wianta

06_Made_Wianta

Seorang laboratorium neurologi di Jepang sampai perlu memeriksa otaknya. Wianta menunjukkan film, dari kegiatan penelitian itu di Tokyo beberapa tahun lalu. Wianta dimasukkan ke semacam kapsul, untuk mengetahui aktivitas otaknya sebelum dan sesudah melukis. Ia juga pernah mengajar beberapa bulan di College of The Holy Cross, Massachussets, USA pada 2012.

7. Made Djirna

07_Made_Djirna

Made Djirna yang sekarang tinggal di Ubud, Bali dalam buku ini menceritakan kegelapan yang terjadi pada saat Gunung Agung meletus pada 1957. Kenangan tersebut menjadi sumber inspirasi beliau pada setiap karyanya. Seniman yang pernah mengeyam pendidikan di ISI Yogyakarta pernah menerima penghargaan Lempad Prize dari SDI dan Pratisara Affandi. Tema gitar yang dilukis berupa Fans Penonton.

8. Made Budhiana

08_Made_Budhiana

Semangat petualangan, main – main, menolak kemapanan seperti itu rasanya sangat pas diungkapkan pada gitar akustik yang ukurannya tak terlalu besar ini. Pelukis yang tinggal di Bali ini pernah menerima Painting and Drawing Award dan Pratisara Affandi Adhikarya. Sebelumnya mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta.

9. Mangu Putra

09_Mangu_Putra

Pelukis yang pernah mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta ini dalam karyanya memiliki gaya kubistik dan seringkali dalam melukis tidak menggunakan konsep, ia biarkan mengalir begitu saja. Dalam setiap karyanya, terefleksi realis alam berikut kewajaran dan kejujurannya. Ada beberapa nasihat Affandi yang selalu ia pegang selama berkarya :

Kalau kamu sudah jadi pelukis, lupakan semua pelajaran di sekolah. Untuk jadi pelukis, kamu harus menguasai realis. Untuk menguasai realis, kamu harus menguasai orang. Untuk menguasai orang, harus belajar banyak tentang tangan dan kaki.

10. Nyoman Nuarta

10_nyoman_nuarta

Nyoman Nuarta selain pelukis ia juga pematung proyek monumental Garuda Wisnu Kencana di Jimbaran, Bali. Bahkan Ia juga yang menggagas keseluruhan kawasan GWK tersebut sebagai pusat kebudayaan (etalase) untuk melihat Bali dan Indonesia.Dalam karya besar GWK tersebut ia berpesan :

Seniman harus tau hitungan

Selain karya itu, ia juga menjadi berkarya dalam monumen lain seperti Monumen Proklamator Republik Indonesia (Jakarta), Monumen Arjuna Wijaya (Jakarta), Patung Karapan Sapi, Monumen Jalesveva Jayamahe (Surabaya), Sculpture Camp (Nanyang, Singapore) dan masih banyak lagi. Saat ini, Ia pun sedang membangun Patung bernama Anugrah di Sibolga, Sumut sesuai request pemerintah disana.

Seniman yang bertempat tinggal di Bandung ini juga seorang fotografer dan sebagai pencipta lagu “Burung Camar” pada 1980-an. Lukisan pada gitar bertema pantai berpasir putih dengan laut membiru berbatas cakrawala. Ini sering dijadikan simbolisme banyak kepercayaan sebagai aliran yang menuju sesuatu yang Maha Besar.

11. Runi Palar

11_Runi_Palar

Runi Palar adalah seorang perajin perak dengan nama produk Runa Jewelry yang saat ini karya – karyanya masuk pasar Jepang. Pada permukaan gitar tersebut, Runi menggarap dengan proses yang di kalangan perajin disebut granulation, suatu seni menghias dengan titik – titik kecil. Secara intuitif, Dewa Budjana ingin meluaskan pengertian “rupa” dalam koleksi gitarnya seluas  – luasnya.

12. Wayan Tuges

12_Wayan_Tuges_02

12_Wayan_Tuges

Wayan Tuges adalah seorang ahli ukir yang bertempat tinggal di Sukawati, Bali. DB sendiri memintanya untuk mengukir dengan tema Dewi Saraswati yang merupakan dewi ilmu pengetahuan yang sangat diagungkan, dimana diperingati satu kali dalam setahun oleh umat Hindu. Wayan Tuges juga mempelopori produksi gitar berkualitas berkelas internasional bermerek Blueberry Guitars. Ia pernah juga dipesan untuk mengukir gitar milik I Wayan Balawan, Golden Earring (George Kooymans) dari Belanda dan Presiden SBY.

Inilah tahapan yang dinikmati Tuges sebagai pengrajin, yakni saat membikin, saat gitar dipakai orang apalagi pemain gitar terkenal dan saat menerima bayaran.

13. Nyoman Mandra

13_Nyoman_Mandra

Tema gitar yang dilukis oleh Nyoman Mandra ini diambil dari cerita Sutasoma dan Candrawati (dalam lukisan bergaya kamasan). Diceritakan Sutasoma merupakan anak dari Prabu Parikesit yang sebelum menjadi raja, Sutasoma masuk hutan untuk menguji keberaniannya. Dilukiskan dengan segala kebesarannya, Sutasoma kemudian menikahi Candrawati yang memiliki beda usia yang jauh.

Lukisan Kamasan banyak diilhami dari cerita Ramayana, Mahabharata dan Tantri. Pewarnaan lukisan bergaya kamasan banyak diambil dari alam, misal warna putih dari tanduk atau tulang, biru dari pohon taum, hitam dari jelaga, kuning dari karang pere, merah dari batuan karang. Sekarang lukisan banyak menggunakan cat akrilik.

14. Pande Sumantra

14_Pande_Sumantra

Pande Sumantra adalah murid dari Nyoman Mandra (pada gambar sebelumnya). Dalam gitar ini, ia mengambil tema percintaan Rama – Shinta dalam cerita Ramayana.

Alasannya dalam cerita tersebut ada kesetiaan, yang dirasakan cocok untuk gitar (kesetiaan musisi).

15. Nyoman Meja

15_Nyoman_Meja

15_Nyoman_Meja_2

I Nyoman Meja berasal dari Ubud, Bali. Dalam lukisan yang “bergaya ubud” ini menggambarkan sosok beberapa bocah secara realis dan juga topeng. Dalam melukis gitar tersebut, pelukis tidak hanya melakukan ritual teknis tapi juga mengambil “hari baik” sesuai dengan ruang (sekala) dan waktu (niskala) yang konkrit dalam laku.

16. Ketut Murtika

16_Ketut_Murtika

Pelukis yang berasal dari Batuan, Ubud, Bali ini mengambil tema Mahabharata untuk gitar tersebut. Narasi yang diambil saat Sri Krshna meniup terompet tanda mulai perang besar Kurawa dan Pandawa. Sosok terbang di atas gitar disimbolkan dengan Dewa Langit yang mendengar terompet tersebut. Selain itu juga ada 2 sosok lelaki dan perempuan menengadah yang turut mendengarkan terompet tersebut. Sosok lelaki dan perempuan ini bertelanjang bulat seperti dalam Kitab Kejadian, daun – daun menutupi bagian tertentu tubuh.

Gitar saya bayangkan sama dengan terompet Krshna, Harapannya didengar orang di seluruh dunia, ungkap Murtika.

17. Srihadi Soedarsono

17_Srihadi_Soedarsono

Pelukis Srihadi Soedarsono lahir pada 4 Desember 1931 di Solo, Jateng yang pada saat itu dikenal sebagai kawasan pengrajin batik. Ia pernah terlibat dalam revolusi menentang pemerintah Jepang dengan bergabung dalam barisan Tentara Pelajar (TP). Selanjutnya ia berperan dalam pembuatan berbagai poster yang berhubungan dengan menentang penjajahan saat itu. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Bandung, dimana pada saat itu dikenal “mazhab Yogya” dan “mazhab Bandung” dimana keduanya hidup dalam diri Srihadi.

Dalam gitar DB, Srihadi mengambil tema penari yang merupakan buah cinta dirinya kepada kesenian di Indonesia. Ia berpesan kepada DB

Tolong pakai gitar ini kalau main di Malaysia

Pada saat itu tengah ramai isu klaim Malaysia atas tari – tarian di Indonesia. Ini menunjukkan Srihadi sebagai seorang nasionalis. Dalam tulisan ahli sejarah seni bertuliskan terkait namanya

Sejatinya tak ada sesuatu seperti ‘seni’, yang ada adalah seniman.

18. Djoko Pekik

18_Djoko_Pekik

Djoko Pekik adalah seniman yang menganut realisme sosialis dan sering disebut “Pelukis 1 Milyar”. Alasan kenapa memilih Celeng yang menjadi tema dalam lukisan di gitar ini erat kaitannya dengan masa lalunya dimana ia ditahan karena diklaim Komunis PKI di bawah Lekra.

Celeng itu angkara murka, Akan ada terus selamanya. Ujar Pekik

Ia mengenang apa yang dialami dirinya pada 1965 dimana ia bersama tahanan lain diinjak – injak seharian dalam sebuah ruangan. Dan ada beberapa orang sampai mati hingga tidak peduli lagi. Setelah keluar ruangan itu, seluruh tubuhnya kapalan karena tidur terus di atas lantai. Saat itulah ia mengumpat para penyiksanya “Bajingan, asu, Celeng………..”. Dari situlah Celeng menjadi inspirasi dari senirupa karya – karyanya.

Setelah keluar dari berbagai tahanan, ia tetap dicap PKI oleh dunia luar. Kemudian ia memodali diri dan keluarganya dengan mesin jahit (menjadi penjahit). Dalam buku ini diceritakan banyak perjuangan yang cukup berat yang dialami Pekik bersama keluarganya hingga sekarang berwujud pada kemakmuran. Sampai – sampai ia sekarang sering menyelenggarakan pentas kesenian rakyat dan festival jazz di DIY.  Muatan keseniannya tetap yang berpihak pada rakyat (realis sosialis Yogya).

19. Sunaryo

19_Sunaryo

Seni adalah bagian dari tanggung jawab sosial

Seniman yang menetap di Bandung ini membangun Selasar Sunaryo Art Space di kota tersebut. Ia telah mendesign karya berupa tas belanja di depan patung Raffles yang menjadi simbol di Singapore. Gitar godin yang diberikan hanya dipakai bodinya saja. Leher dan fret gitar ia ganti dan buat sendiri.

Dengan strategi perupaannya, Sunaryo sudah langsung memberi tantangan kepada DB – pemusik, seniman, generasi di bawahnya.

Sunaryo menggambar sidik jarinya sendiri sebagai tema dari jati diri, identitas dan originalitas.

20. Jeihan Sukmantoro

20_Jeihan_Sukmantoro

Ono ningsun, ono niro, ono niro, ono ningsun (aku ada karena kamu, kamu ada karena aku)

Dalam buku ini Jeihan dipaparkan sebagai seorang spiritualis dimana sangat dekat dengan kejawen dan berpendidikan modernisme Bandung. Ia juga termasuk pelopor perjalanan puisi Indonesia dengan “puisi mBeling” yang direaksikan oleh WS Rendra. Berikut sajak yang pernah ditulis pada 1974

MATA

Seorang dokter mata menguji penglihatan seorang pasien

Dan berkata, baca ini : ZAMAN KITA

Si Pasien kemudian membacanya : ZAMAN GILA

Maka Sang Dokter memberi ia kaca mata super dongkol

Tema yang ditorehkan pada gitar DB ini adalah kekosongan yang disimbolkan dengan “lobang hitam” (mata hitam khas Jeihan) yang merupakan tingkat meditasi tertinggi dalam kebudayaan Jawa.

21. Heri Dono

21_HeriDono

Saat ini, nama Heri Dono seniman Indonesia yang paling banyak beredar di seluruh dunia. Wujud keseniannya adalah kebebasan seperti spirit tradisi, arkaik, purba dalam persenian global.

“Saya mencoba mencari kebenaran. Yang saya punya hanya mediumnya, yaitu seni rupa. Itu bisa dibaca dengan dimensi apa saja, dengan pendapat apa saja, jadi semacam kebudayaan visual lewat teks”, kata Heri Dono

Dalam buku ini Heri Dono menjelaskan ada hubungannya animisme yang merupakan dasar religiusitas Timur dengan animasi. Dimana kedua – keduanya memaknai adanya kehidupan dalam benda – benda mati. Tema yang diangkat dalam gitar tersebut mengejewantahkan keyakinan HeriDono sendiri. Dimana saat gitar ini dimainkan, maka roh gitar itu akan bertatap muka dengan roh pemain gitar itu sendiri.

22. Agus Suwage

22_Agus_Suwage

Agus Suwage adalah seorang designer, portfolio dan salah satu perupa Indonesia. Pada gitar yang dilukisnya ada motif tengkorak dan dedaunan. Motif tengkorang adalah benda mati, dan dedaunan bersifat organik dan bergerak. Dikatakan bermakna keseimbangan dinamis dan statis, dimana kehidupan dan kematian tidak bisa dipisahkan.

23. Nasirun

24_Nasirun

Nasirun seniman yang berasal dari Cilacap, Jateng. Keterlibatan Nasirun dalam proyek gitar DB atas permintaan Nasirun sendiri. Ia pernah menerima penghargaan Philip Morris Award 1997.

24. Yunizar

24_Yunisar

Gitar bass ini (fretless Warwick Corvette Proline) memiliki arti khusus bagi DB, lantaran gitar ini pemberian temannya saat SMP untuk bermain band.

Tahu itu tulisan, tapi tak terbaca. Sesuatu yang tidak dimengerti, akan dimengerti kalau selera sama, meski tidak sepenuhnya….., ujar Yunizar saat ditanya tema gitar.

Yunizar berasal dari Sumatera Barat dan pernah mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta.

Dunia yang kelihatan enteng, main – main, itulah juga bagian dari pemberontakan narasi besar.

Sebagai reaksi terhadap pemikiran modernisme di Barat, post-modernisme dikenal dengan penolakannya terharap narasi besar. Hal tersebut berkaitan dengan anti – kemapanan (narasi besar), dengan merayakan hal – hal kecil (narasi kecil).

25. Handiwirman Saputra

25_Handiwirman

Seniman Handiwirman Saputra pernah mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta dan dalam keikutsertaannya ini menggunakan metode layering yang pernah ditekuni semasa di ISI. Karyanya dalam gitar ini berkaitan dengan alam dan fisika.

26. Erica Hestu Wahyuni

26_Erica_Hestu

Pada 2001 Erica Hestu Wahyuni pernah menulis sebuah buku bersama Amir Sidharta berjurul Erica, Arts Most Playful Child. Tema lukisan dalam karya – karyanya menggambarkan narasi dan warna menyengat seperti lukisan anak – anak. Saat ini, ia bertempat tinggal di Yogyakarta. Setelah selesai mengikuti proyek gitar DB ini, Erica melukis beberapa alat musik seperti drum, gitar lainnya dan juga bass.

Ide Dewa Budjana mengajak perupa untuk melukis gitar – gitarnya jangan – jangan tidak hanya menghasilkan karya artistik bagi koleksi pribadinya, tapi akan menimbulkan trend, dalam apa yang dikenal orang sebagai industri kreatif – seperti yang dilakukan Erica.

27. Bob Sick

27_bobsick

Manusia terlahir bebas, tapi terantai dimana – mana…. Rousseau

Pandangan berkesenian seorang Bob Sick berkaitan dengan Romantisisme terutama dalam cerita – cerita Eropa. Ia pernah mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta dan pada 2008 pernah menerbitkan buku yang berjudul The Rebel of Bob Sick. Adapun puisi yang pernah ia buat :

Sakit adalah nikmat

Nikmat wajib disyukuri

AKu berkontemplasi lewat bahasa rupa

Dibalut keindahan yang luka

Tampilan Bob Sick sendiri seketika mengisyaratkan kehidupan yang untuk ukuran umum berantakan dari wajah sampai tubuh meninggalkan jejak kerusakan fisik akibat obat – obatan dan korban tindak kekerasan dari kecelakaan sampai dihajar orang, tato berjejal dari kepala sampai kaki dan beberapa gigi rompal. Ia juga pernah tergabung dalam Lembaga Budaya Kerakyatan Taring Padi yang menentang Orde Baru sampai Bob sendiri dihajar aparat hingga tubuhnya “ringsek”. Dalam tulisannya, ia pernah mengungkapkan kekesalan pada dunia seniman seperti :

Aku punya dendam pribadi, tapi hanya Friedrich Nietszche yang tau. Kalau tidak ngerti tentang seni mending ga usah petantang – petenteng seperti pegangan gagang cangkir dan sok kasih petuah seperti biksi, ustad, uskup. Kamu, kalian and the gank bukanlah dewi seni, kalian tak lebih dari pedagang, dan tak beda jauh dari pengasong pinggir jalan tol :D.

28. Ay Tjoe Christine

28_ay

Judul yang diberikan Ay Tjoe Christine pada gitar DB adalah hitam, putih, merah. Perupa yang pernah mengenyam pendidikan di ITB ini pada kalangan grafis dikenal menggunakan teknik dry-point yang membutuhkan ketelitian, kecermatan, kelembutan, sesuai sifat ketajaman jarum untuk membuat garis – garis. Ia salah satu dari lima besar peraih penghargaan Philip Morris Awards pada 2001.

Pada projek gitar ini, seniman Jay Subiakto hanya memilih memotret Ay Tjoe sebagai gambar – gambarnya yang berwarna melankolis dan sedikit misterius. Ay Tjoe juga dikenal terkesan introvert, pendiam dan tertutup.

29. Teguh Ostenrikt

29_Teguh_Ostenrikt

Dalam karyanya ini, Teguh Ostenrikt menggunakan besi – besi bekas yang menggambarkan bayangan suara – suara yang muncul dari suara gitar, dan kemudian ingin menampilkan suara – suara itu dalam layer visual. Teguh Ostenrikt yang lahir di Jakarta ini pernah mengenyam pendidikan di kedokteran dan keluar lalu bekerja di Jerman selama 15 tahun hingga 1988.

30. Astari Rasjid

30_Astari_Rasjid

Astari Rasjid pernah mengenyam pendidikan di Lucy Clayton School of Fashion di London, dan pernah menjadi model dan fashion designer. Dalam karirnya pernah menjadi Direktur Utama PT Caltex Indonesia. Dalam karyanya pernah terpilih menjadi satu dari 10 lukisan terbaik Philip Morris Indonesia Art Award pada 1999.

Dalam proyek gitar ini, Astari merampungkannya dalam waktu 3 tahun (paling lama). Dalam gitar tersebut digambarkan proses kelahiran, kematian dan tumbuhnya kehidupan baru lagi. Motif yang dipakai Astari pada gitar tsb seperti kain slobok yang berarti kelancaran hidup. Bunga adalah kehidupan, tengkorak (atas gitar) adalah kematian, dan ada wayang drupadi.

31. Midori Hirota

31_Midori

Midori Hirota seniman yang berasal dari Jepang ini lulusan Aichi Prefectural Univ of Fine Art dan belajar seni rupa di Bali, Yogya dan juga Nagoya-Jepang. Sebagai penganut Budha, ia menorehkan unsur – unsur udara, bumi, tanah, dan beberapa huruf kanji pada gitar. Kebanyakan karya – karyanya sangat berkaitan dengan Perang Dunia II, dimana pada masa kecilnya diceritakan Modori sangat dekat dengan kakeknya yang juga tentara jepang untuk peperangan waktu itu. Ia menjelaskan bahwa kakeknya pun dipaksa untuk menjadi tentara mendukung peperangan.

Makin lama tinggal di Indonesia makin kurang nyaman. Karena negara – negara Asia lain punya pengalaman dijajah/dolukai, tetapi Jepang sebaliknya…. Tulisan Modori

Ia pernah bertemu dengan 30 orang bekas tentara PETA yang dulunya melakukan penyerangan terharap tentara Jepang di Blitar. Midori mengenangkan pengalamannya dengan seorang tua yang dipanggil kakek

Meski menyedihkan dan mengerikan memorinya, kakek dengan mata hangat ambil tangan saya dan bilang Anak, datang lagi ya, kesini……

32. Syagini Ratna Wulan

32_Syagini

Gitar DB dijadikan sebagai salah satu bagian dari kegelisahan awal, untuk lari dari semata – mata estetika visual. pelarian dari estetika visual itu menurut dia bisa kemana – mana. Misal ke manufaktur atau pula teks. Ia memberi tanda pada titik – titik yang terhubung dengan garus seperti sensory awakening pada tombol volume, parallel lives pada bridge atau damage, pain, faith, protection, pada tombol – tombol yang lain.

33. Arie Smit

33_Arie_Smit

Arie Smit seniman kelahiran belanda 1916 yang puluhan tahun tinggal di Bali. Aliran yang berkembang di Bali dari seniman ini disebut dengan istilah Young Artist. Dalam kunjungan DB ke rumahnya, Arie mengatakan bahwa ia sudah tidak sanggup lagi melukis, dan hanya memberikan kenang – kenangan. Berikut puisi karya Hartanto yang termuat dalam buku Arie Smit, Memburu Cahaya Bali, pada bait terakhir (“Penjaga Kabut”)

…… jika angin membawa pergi

air mata anak – anak tanah

biarlah peradaban sunyi

hadirkan kerinduan kanak

di waktu tuamu……….

BukuDDD

Demikian review ini saya buat (dengan niat dan iseng banget tentunya). Masih banyak hal indah dan berisi yang dipaparkan dalam karya tersebut. Terutama perjalanan tiap pelukis dalam sejarah seni rupa di tanah air. Selain itu dipaparkan makna tiap lukisan yang menyentuh kehidupan para perupa yang terlibat.

Dari semua gitar diatas, favorit saya  yang ada foto “saya narsis”-nya. Sebenarnya ada satu gitar lagi yang saya pengen liat yaitu gitar biru yang sering dibawa konser,….. tapi oh ya itu kan ngga ada lukisannya.

Sumber :

– Buku Dawai Dawai Dewa Budjana (oleh Bre Redana, 250 halaman)

Beberapa foto (gitar lain)

My Album Facebook

Leave a comment